Wisata Alam dan Budaya Maninjau

Maninjau, Wisata Alam dan Budaya yang Melegenda





Siapa tak tahu Danau Maninjau? Tentu masyarakat Minangkabau mengetahuinya atau setidaknya pernah mendengarnya. Danau yang ternama dengan legenda Bujang Sembilan ini, menyimpan banyak sejarah. Danau ini diyakini menjadi saksi ketulusan cinta Sani dan Giran, dan pengorbanan mereka pada Gunung Tinjau yang dianggap agung. Saking sakralnya legenda ini, nama-nama orang dalam legenda bahkan dijadikan nama daerah di sekeliling Danau Maninjau. Mereka adalah Kukuban, Kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, dan Kaciak. Lebih lengkapnya, kisah cinta sejoli yang penuh tantangan ini telah dituangkan dalam legenda Bujang Sembilan yang sangat indah dan sarat makna.
Terlepas dari cerita Bujang Sembilan yang dapat mencirikan Danau Maninjau, sebenarnya masih banyak hal yang dapat merepresentasikan danau ini. Ada banyak hal menarik yang mungkin kurang terekspos ke permukaan. Danau Maninjau, sangatlah kaya dengan tempat wisata. Sayangnya, tempat-tempat itu kurang terpoles dan kurang diangkat ke publik. Maninjau dapat diwakili perumpamaan permata yang belum diasah. Parmato nan alun taasah, nyampang taasah silau mato urang sanagari.
Sebenarnya, Danau Maninjau sudah lumayan terkenal. Tidak hanya di Sumatera Barat, juga di Indonesia. Panorama yang indah menjadi daya jual yang menakjubkan. Danau yang berjarak kira-kira 36 km dari kota Bukittinggi ini, dapat ditempuh melalui jalan berkelok-kelok yang dinamakan Kelok Ampek Puluah Ampek (Kelok 44). Rasakan pula sensasi melewati jalan Kelok Ampek Puluah Ampek ini.
Danau Maninjau ini dulunya adalah surga bagi para wisatawan. Air danau yang bersih jernih, pemandangan sekeliling danau nan indah, hamparan sawah nan luas, pohon kelapa di tepi danau, bukit barisan nan gagah memagari, dan masyarakat nan ramah dan masih sangat tradisional, menjadi alasan mengapa wisatawan harus datang lagi ke danau ini. Sangat rugi rasanya jika datang ke Sumatera Barat tapi tidak mampir ke Danau Maninjau. Sebuah pantun berbunyi, “Jikok makan arai pinang, makanlah jo siriah hijau, Jan tibo ka Ranah minang, Jikok ndak kasinggah di Maninjau” (Kalau makan aria pinang, makanlah dengan sirih hijau, jangan datang ke Ranah Minang, kalau tidak mampir di Maninjau). Namun, itu dulu, bukan sekarang. Hari ini, air Danau Maninjau tak lagi sejernih dulu, bukit barisannya sudah tak segagah dulu, sudah penuh garukan. Penyebab utamanya adalah eksploitasi Danau Maninjau untuk usaha jaring apung dan penebangan pohon secara liar. Ini akibat ulah tangan manusia juga. Hakikat alam takambang jadi guru, bisa kita terapkan dalam menanggapi fenomena ini.
Menurunnya kualitas air Danau Maninjau dan bukit barisannya, tidak membuat Danau Maninjau lantas mati, dan kehilangan jati diri sebagai tempat wisata. Maninjau masih memiliki beragam keindahan alam dan budaya. Terbukti, hingga sekarang masih banyak hotel atau penginapan yang sengaja dibuat untuk para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

0 komentar: